Berikut versi berita yang lebih menarik serta rekomendasi 5 judul berita, tanpa penggunaan huruf tebal.
Teks Berita:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing, termasuk dolar Singapura, saat menggeledah rumah dinas Pelaksana Tugas Gubernur Riau, SF Hariyanto, Senin (15/12/2025). Penggeledahan tersebut dilakukan dalam rangka pengembangan kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan penyidik mengamankan uang tunai dari rumah pribadi SF Hariyanto yang saat ini menjabat sebagai Plt Gubernur Riau. Selain itu, penyidik juga menyita sejumlah dokumen yang diduga berkaitan erat dengan perkara dugaan pemerasan dan penerimaan fee proyek di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Riau.
“Penyidik mengamankan sejumlah uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing, serta beberapa dokumen yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemerasan terkait penambahan anggaran di Dinas PUPR,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Tak hanya rumah dinas, KPK juga menggeledah rumah pribadi SF Hariyanto. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menemukan dokumen yang diduga mencatat aliran dan pembagian fee proyek di lingkungan UPT Dinas PUPR Riau.
Dalam perkara ini, KPK mengungkap adanya penambahan anggaran pada sejumlah UPT Dinas PUPR. Dari penambahan anggaran tersebut, Abdul Wahid diduga meminta jatah sebesar 15 hingga 20 persen dari nilai proyek. Permintaan tersebut disebut sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh para bawahannya.
“Dokumen-dokumen yang diamankan di antaranya berkaitan dengan pokok perkara, yaitu permintaan jatah anggaran sekitar 15 sampai 20 persen dari proyek-proyek di Dinas PUPR,” jelas Budi.
KPK memastikan akan memanggil dan memeriksa sejumlah pihak, termasuk SF Hariyanto dan Abdul Wahid, untuk mengonfirmasi temuan hasil penggeledahan. Penyidik juga akan mendalami kepemilikan serta asal-usul uang yang disita.
Kasus ini bermula dari OTT yang dilakukan KPK pada awal November 2025 terhadap Abdul Wahid. Ia diduga melakukan pemerasan terhadap bawahannya terkait penambahan anggaran tahun 2025 di UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau, dari semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
KPK menduga Abdul Wahid meminta setoran yang dikenal sebagai jatah preman senilai Rp 7 miliar. Setoran tersebut diduga dilakukan dalam tiga tahap, yakni pada Juni, Agustus, dan November 2025. Uang tersebut disebut-sebut akan digunakan Abdul Wahid untuk kepentingan pribadi, termasuk perjalanan ke luar negeri.
Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan Tenaga Ahli Gubernur Dani M Nursalam dan Kepala Dinas PUPR PKPP Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka. Abdul Wahid kini telah ditahan dan dicopot dari jabatannya, sementara SF Hariyanto ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Riau.